Grand Final Indonesia Idol 2008: Pengamen Vs Penyanyi Panggilan
Tapi, kelas pinggiran bukan sembarang pinggiran, karena selama ini sistem penjurian ketat Indonesia Idol sebelum dilempar ke floor menjadi pilihan rasional atas kualitas dibanding kuantitas dukungan. Walau tak dipungkiri faktor emosional punya porsi lebih pada ragam 'reality show' seperti Indonesia Idol.
Kemunculan Aris dan Gisel menjadi cerminan akan kualitas tersebut. Melongok kehidupan 'keras' kedua finalis
sangatlah sulit bagi mereka untuk sampai ke puncak dengan hanya mengandalkan kemapanan konsistensi dukungan komunitas masing–masing melalui SMS.
Performa merekalah yang membuat suara dukungan membengkak. Aris dan Gisela berhasil mereduksi faktor emosional berbelok arah obyektifitas. Ini yang disebut Daniel Haryanto, Direktur Program RCTI, bahwa Indonesia Idol 2008 telah bergerak lebih maju dari Indonesia Idol sebelumnya.
Shuttle bus adalah kuncinya. Mobilitas shuttle bus sukses menjaring kontenstan berpotensi dari seluruh penjuru kota kecil seperti Patudu dari Tegal, sekaligus merebak masuk ke sudut lapisan strata ekonomi kecil, seperti Aris dan Gisel.
"Setiap event Indonesia Idol selalu melahirkan sesuatu yang berbeda, dari sisi kualitas. Hasil akhir dari Indonesia Idol akan selalu sulit ditebak," ujar Daniel Haryanto.
Tepat bila Grand Final Indonesia Idol 2008 adalah pertaruhan dan kemenangan sebuah kerja keras dan tekad. Kerasnya hidup membuat Aris pantang menyerah. Kehilangan masa kanak–kanak telah mencambuk Gisel menjadi lebih baik.
"Kalau soal dukungan mungkin Gisel lebih banyak, tapi saya akan buktikan kalau saya bisa mengalahkan Gisel karena saya pantang menyerah," tekad Aris.
"Dulu saya sempat merasa dieksploitasi, karena harus membantu ekonomi keluarga dengan menyanyi di acara-acara ultah, tiap kali aku mendapat job, sampai takut. Tapi apa yang saya lakukan dulu ternyata ada manfaatnya sekarang," tanggap Gisel.
0 komentar: