diambil dari : indonesianidol.com
Profile Aji :
Yogyakarta, 28 Agustus 1989
Aji baru lulus dari Akademi Akuntansi YKPN Yogyakarta bulan Maret kemarin. Pria dengan beragam hobi seperti browsing internet, nonton film dan main game ini mengaku merasa sedih sekaligus senang dengan kelolosannya ke babak Worskhop. Hingga kini kadang ia masih merasa tak percaya karena banyak juga teman-teman yang berpotensi namun tidak lolos. Salah satu jagoannya adalah Ayes, kontestan asal Salatiga.
Walaupun suka bergaul, Aji merasa dirinya sebenarnya sangat tertutup. Ia juga adalah seorang pemikir. Berbagai hal akan dipikirkannya mulai dari yang kecil, hingga hal-hal besar yang akhirnya tak ada jawabannya. Mungkin disebabkan oleh keluarganya yang menganut asas liberal. Aji selalu dibebaskan untuk melakukan apa saja. Sang ayah tak pernah melarang anak-anaknya mencoba hal-hal baru, selama mereka masih bertanggung jawab. Karena menurutnya, melarang hanya akan membuat anak berontak. Maka ayah hanya akan memberitahu konsekuensi yang harus dihadapi.
Pengalaman yang paling tak pernah Aji lupakan adalah ketika ia salah membawa remote handycam yang dikiranya adalah telepon genggam ke sekolah. Menurutnya, salah satu kualitas dirinya yang mampu menjadikannya idola adalah karena Aji apa adanya. Dan tidak pura-pura itulah mungkin yang dibutuhkan Indonesia saat ini.
Profile Aji :
Yogyakarta, 28 Agustus 1989
Aji baru lulus dari Akademi Akuntansi YKPN Yogyakarta bulan Maret kemarin. Pria dengan beragam hobi seperti browsing internet, nonton film dan main game ini mengaku merasa sedih sekaligus senang dengan kelolosannya ke babak Worskhop. Hingga kini kadang ia masih merasa tak percaya karena banyak juga teman-teman yang berpotensi namun tidak lolos. Salah satu jagoannya adalah Ayes, kontestan asal Salatiga.
Walaupun suka bergaul, Aji merasa dirinya sebenarnya sangat tertutup. Ia juga adalah seorang pemikir. Berbagai hal akan dipikirkannya mulai dari yang kecil, hingga hal-hal besar yang akhirnya tak ada jawabannya. Mungkin disebabkan oleh keluarganya yang menganut asas liberal. Aji selalu dibebaskan untuk melakukan apa saja. Sang ayah tak pernah melarang anak-anaknya mencoba hal-hal baru, selama mereka masih bertanggung jawab. Karena menurutnya, melarang hanya akan membuat anak berontak. Maka ayah hanya akan memberitahu konsekuensi yang harus dihadapi.
Pengalaman yang paling tak pernah Aji lupakan adalah ketika ia salah membawa remote handycam yang dikiranya adalah telepon genggam ke sekolah. Menurutnya, salah satu kualitas dirinya yang mampu menjadikannya idola adalah karena Aji apa adanya. Dan tidak pura-pura itulah mungkin yang dibutuhkan Indonesia saat ini.
0 komentar: